H. Islamul Haq
(Dosen IAIN Parepare)
"tetangga adalah saudara yang tidak lahir dari rahim ibu kandung"
Pendemi Virus corona (covid-19) sudah ditetapkan sebagai bencana nasional. Dampak dari virus ini cukup signifikan terhadap perekonomian Indonesia. Bahkan pemerintah memprediksi jika situasi seperti ini terus berlanjut maka akan terjadi peningkatan jumlah angka kemisikinan hingga 3,78 juta. Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan, saat ini ada sebanyak 115 juta masyarakat rentan miskin di Indonesia. Golongan inilah yang ketika terkena bencana seperti Covid-19 akan rentan jatuh ke bawah garis kemiskinan. (Kontan, 2020)
Menurut data dari Direktorat Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas Kementerian Ketenagakerjaan tercatat jumlah pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dan dirumahkan mencapai 2,8 juta. Angka ini bisa lebih dan akan terus bertambah.
Menanggapi hal ini, Majelis Ulama Indonesia mengimbau masyarakat untuk saling tolong-menolong, terutama terhadap tetangga yang masuk glongan fakir miskin. Melalui sekjennya, Buya Anwar Abbas mengatakan “tetangga harus menjadi bagian penting dalam penanganan korban Covid-19 ini. Dia mengatakan, seseorang belum dikatakan beriman baik itu kepada Allah Subhanahu Wata’ala atau kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wasallam, bila masih melihat tetangganya yang kelaparan dan dia tidak tertarik membantu. Meskipun kita sudah sepuluh kali naik haji, bila membiarkan tetangga kelaparan, kita belum dikatakan beriman dengan baik, bagaimana mencintai orang lain sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri”.
Saling tolong menolong dengan tetangga merupakan akhlak yang sangat ditekankan dalam Islam. kedudukan tetangga bagi seorang muslim sangat terhormat. Bahkan sikap terhadap tentangga menjadi sebuah indikator keimanan dalam Islam. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam pernah bersabda: “barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya ia memuliakan tetangganya”. (HR. Bukhari, Muslim). Tentangga juga menjadi berometer baik tidaknya seseorang, disebutkan dalam Hadits Abdullah bin Mas’ud suatu ketika ada seorang sahabat yang bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam “Bagaimana saya bisa mengetahui, apakah saya orang baik ataukah orang jahat?” Beliau pun menjawab, “Jika tetanggamu berkomentar, kamu orang baik maka berarti engkau orang baik. Dan jika mereka berkomentar engkau orang tidak baik, berarti kamu tidak baik”. (HR. Ahmad, Ibnu Majah)
Islam menganjurkan penganutnya untuk berbuat baik kepada penganutnya semaksimal mungkin. Bahkan pentingnya kehidupan bertetangga tergambar dalam hadist Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam yang berbunyi “Jibril senantiasa menasehatiku tentang tetangga, hingga aku mengira bahwa tetangga itu akan mendapat bagian harta waris”. (HR. Bukhari, Muslim). Imam Al-Ghazali dalam risalahnya berjudul al-Adab fid Dîn dalam Majmû'ah Rasâil al-Imam al-Ghazâli menyebutkan bahwa terdapat 12 adab-adab terhadap tetangga salah satu di antaranya adalah memberikan pertolongan ketika diperlukan. Jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan seperti kondisi abnormal (covid-19) saat ini, tetangga mengalami kesulitan ekonomi, maka penting untuk segera memberikan pertolongan terhadap kesulitan yang dialami tetangga kita.
Mengingat begitu besarnya arti tetangga bagi kita, sebaiknya sebelum membangun atau membeli tempat tinggal terlebih dahulu kita harus memperhatikan lingkungan sekitar dengan siapa kita akan bertetangga. Pepatah populer orang arab mengatakan “al Jaar Qabla al Daar”.
Pula budaya kita sebagai bangsa Indonesia menekankan kepada kepada kita untuk hidup saling menghormati, membantu terhadap tetangga. Pesan-pesan simbolik para leluhur kita mengajarkan agar kita senantiasa hidup rukun, saling menghormati dan tolong menolong. Di antaranya pesan leluhur orang Jawa mengatakan “pager mangkok” kuwi luwih pengkoh tinimbang pager tembok”. Artinya “pagar mangkok itu lebih kokoh dari pada pagar tembok”. Maksudnya, jika Anda membuat pagar rumah, apalagi dengan tembok tinggi, itu fungsi pagar, akan dikalahkan oleh fungsi mangkok (antaran makanan atau hasil.masakan) kepada tetangga. (Rofiq, 2017)
Pribahasa leluhur orang Bugis mengatakan “mabbola cella' ritengnga kampong” yang artinya berumah sendirian di tengah kampung. Orang Bugis sangat menjunjung tinggi nilai passilessurengeng (persaudaraan). Nilai tersebut bukan hanya didasarkan hubungan kekerabatan (keluarga), tapi juga atas dasar hubungan pertemanan, persahabatan, tetangga, seprofesi dan semacamnya, sehingga meresa terikat dalam hubungan kekerabatan yang lebih luas. Di manapun kita jumapi, komunitas orang Bugis selalu diselimuti dengan solidaritas yang sangat tinggi. Orang Bugis yang tidak memiliki nilai solidaritas dan empati dalam kehidupan bermasyarakat dan bertetangga, sering dijuluki sebagai mabbola calla’ ritengnga kampong (faizal, 2020).
Keberadaan covid-19 seharusnya membuat kita semakin kompak bahu membahu untuk saling membantu sesama. Agama dan budaya kita telah menganjurkan kita untuk melawan sifat ananiah (egoisme) di masa-masa seperti ini. tuntunan leluhur yang merupakan penjabaran dari tuntunan agama jangan sampai tergusur oleh budaya egoisme. Mari kita buang jauh-jauh sifat egoisme karena itu tidak membantu mengatasi masalah covid-19. Peneliti Anne Böckler Raettig mengatakan "Semakin sering kita menunjukkan sikap prososial, dan merasa senang karenanya - baik dalam masyarakat maupun dalam lingkup teman, atau lingkup pribadi semakin sering juga kita akan mengulang sikap ini." **
0 Comments